Kalimat itu diucapkan Ki Hajar Dewantara, untuk membuka topik penulisan
esai ini. Sebagai seorang siswa berbangsa Indonesia, kalimat tersebut cukup
menarik perhatian kami akan isu adat istiadat yang perlahan menghilang dari
tanah air tercinta.
Indonesia adalah negara yang terletak di Asia Tenggara yang memiliki ribuan
pulau tak terhitung banyaknya. Pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke
menyebabkan lahirnya berbagai macam bahasa, suku, etnis, hingga beragam budaya.
Keberagaman ini bukan hanya menjadi sumber kekayaan Indonesia, tetapi juga
menjadi identitas negara Indonesia di mata dunia.
Di sisi lain, keberagaman ini juga tak jauh jauh dari berbagai perayaan
ritual setiap pulau atau daerah yang tersebar di Indonesia. Misalnya budaya
Ogoh-ogoh di Bali yang dilaksanakan menjelang perayaan Nyepi, atau Nyongkolan
dari daerah Lombok yang dilaksanakan pada saat masyarakat sasak akan menjalin
hubungan pernikahan. Ini menjadi gambaran bahwa Indonesia masih melekat akan
hubungan spiritual dengan budaya di setiap daerah. Sehingga, kekayaan budaya
adat istiadat ini perlu tetap dijaga.
Sebagai siswa siswi bangsa Indonesia, menjaga adat istiadat menjadi tugas
penting kita bagi anak cucu kelak agar tetap mengenal kepercayaan spiritual
dari nenek moyang. Dengan adanya keberagaman tersebut, ini menjadi pendorong
kekuatan besar untuk saling menghargai perbedaan adat istiadat di berbagai
daerah. Namun, ini juga dapat memicu berbagai macam persoalan dan menciptakan
pro kontra bagi masyarakat. Misalnya, masih ada masyarakat yang masih tak
percaya dengan berbagai perayaan ritual di berbagai pulau sehingga mengatakan
bahwa hal tersebut hanyalah mitos dan mengundang permasalahan dengan masyarakat
pemilik adat.
Lantas, bagaimana cara masyarakat Indonesia untuk tetap menjaga adat
istiadat sebagai kekayaan bangsa Indonesia? Pertanyaan ini terus timbul di
benak kami sebagai siswa-siswi tanah air. Hingga muncul cara Komunitas AMAN
untuk menjaga wilayah adat istiadat di daerah Lombok yang menarik perhatian
kami.
Pulau Lombok merupakan pulau yang dikenal akan berbagai macam adat istiadat
hingga berbagai bahasa yang terletak di Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Ini
menjadi sorotan kami karena Pulau Lombok memiliki berbagai macam keunikan
dimulai dari wisata alamnya, bahasanya, hingga perayaan ritual adat yang masih
kental diyakini di masyarakat Lombok.
Berbicara mengenai komunitas, hal ini sudah tak asing bagi kami pelajar
Indonesia yang mempelajari ilmu Sosiologi. Ditulis dalam buku "Society: An
Introductory Analysis" milik Charles H. MacIver dan James L. Page, ia
mendefinisikan komunitas sebagai sekumpulan orang yang hidup bersama dan saling
berhubungan, di mana mereka memiliki kepentingan dan tujuan yang sama, serta
mengatur diri mereka sendiri melalui norma sosial yang berlaku. Komunitas ini
bisa hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari yang berbasis geografis hingga
yang berbasis minat atau tujuan tertentu.
Komunitas bukan hanya sekedar tempat perkumpulan orang orang yang memiliki
kesamaan hobi atau kesamaan tujuan, tetapi komunitas juga menjadi wadah penting
untuk menciptakan ikatan solidaritas yang kuat, menjadi wadah untuk belajar,
menjadi wadah untuk bertukar pikiran dan berbagi pengalaman.
Komunitas Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di wilayah Lombok Timur membawa
cara baru yang cukup unik untuk menjaga wilayah adat istiadat di berbagai
wilayah di Lombok Timur. Komunitas ini terlahir dari berbagai komunitas di
Lombok Timur sebagai respons terhadap berbagai permasalahan dan pro kontra adat
istiadat di Lombok Timur. Berbagai cara
sudah dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapi persoalan adat istiadat di
berbagai wilayah di Lombok Timur. Misalnya membuat kebijakan hukum dengan
menyusun Peraturan Daerah (Perda) yang dapat melindungi adat istiadat yang
diisi dengan berbagai kebijakan yang sudah disetujui. Namun, cara Komunitas
AMAN untuk menjaga wilayah adat istiadat ini menjadi sorotan baru dengan
keunikannya.
Plangisasi menjadi cara baru untuk menjaga wilayah adat istiadat yang mampu
menjadi Trendsetter bagi wilayah wilayah lain. Ini merupakan bentuk kegiatan
aktif yang dilakukan ramai-ramai oleh Komunitas AMAN untuk mencegah klaim
sepihak dari orang lain yang ingin merampas wilayah kekuasaan adat setempat.
Perampasan wilayah ini sudah tak asing di telinga di sekitar kita. Ntah itu
melibatkan pihak masyarakat, pihak luar, pihak swasta hingga pemerintah bukan
lagi hal asing yang kita temui demi adanya kepentingan masing-masing pihak.
Sementara wilayah adat adalah hal serius yang perlu diperhatikan karena
menyangkut nilai-nilai penting baik secara spiritual, ekonomi, maupun sosial,
sehingga sering menjadi sumber sengketa. Konflik ini juga bisa memunculkan
ketegangan yang berujung pada kerugian bagi masyarakat adat, salah satunya
dengan kehilangan wilayah kekuasaan adat.
Oleh karena itu kegiatan pemasangan Plang yang dilakukan oleh Komunitas
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ini menjadi langkah kecil yang
dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Sudah ada 30 Komunitas yang ikut serta mengikuti kegiatan ini dan memasang
10 Plang sebagai pelindung bagi masyarakat setempat untuk melindungi wilayah
adatnya. Plang wilayah adat yang sudah terpasang di sepuluh lokasi komunitas
Masyarakat Adat di Lombok Timur adalah Batu Rentek di Desa Aikmel, Kecamatan
Aikmel, Sabuk Belo di Desa Ramban Biak, Kecamatan Lenek, Pesiraman di Desa Pesiraman, Kecamatan Lenek, Pejaring
di Kecamatan Sakra Barat, Bagek Payung di Desa Bagek Payung, Kecamatan
Suralaga, Kota Raje di Desa Kotaraje, Kecamatan Sikur, Joroaru di Desa Joroaru,
Kecamatan Keruak, Panji Anom di Desa Montong Belae, Kecamatan Keruak,
Selaparang di Kecamatan Suela, Rumbuk di Kecamatan Sakra.
Plang-plang yang dipasang tersebut menampilkan nomor ID dan beberapa
identitas lainnya yang dibutuhkan sebagai penanda seperti nama komunitas dan
kecamatan wilayah.
Program Plangisasi ini pun disambut gembira oleh masyarakat setempat
sebagai bukti dari kejelasan dan pengakuan terhadap wilayah mereka. Plang
tersebut bukan hanya sekedar penanda berisi gambar dan tulisan mengatasnamakan
wilayah mereka, tetapi juga menjadi simbol penting dari hasil memperjuangkan
hak-hak atas tanah yang masyarakat suarakan. Dengan adanya plang ini masyarakat
mampu bernafas lega karena dapat menghindari mereka dari konflik yang terjadi
dari berbagai pihak yang ingin mengklaim wilayah mereka. Kegiatan masyarakat
sehari-hari seperti bertani, melakukan adat budaya, memanfaatkan hasil wilayah
mereka pun kini dapat mereka lakukan tanpa adanya kekhawatiran gangguan dari
pihak lain.
Comments
Post a Comment
Cara bicara menunjukkan kepribadian, berkomentarlah dengan baik dan sopan…