Komunitas merupakan kumpulan individu atau kelompok sosial yang tinggal atau berinteraksi di wilayah atau dalam konteks tertentu. Istilah "komunitas" merujuk pada kelompok yang memiliki keterkaitan berdasarkan nilai, tujuan, kepentingan, maupun hubungan sosial. Komunitas dapat bervariasi dari segi ukuran, cakupan, dan karakteristik. Pemahaman tentang komunitas sangat penting karena mereka memiliki peran krusial dalam aspek sosial, budaya, ekonomi, hingga politik masyarakat. Setiap komunitas memiliki ciri khas serta dinamika yang berbeda dan berkontribusi dalam membentuk identitas individu maupun masyarakat secara keseluruhan.
Menurut Koentjaraningrat (1990), komunitas diartikan sebagai kesatuan manusia yang tinggal di suatu wilayah dan saling berinteraksi berdasarkan aturan serta norma yang disepakati.
Menurut Sauders( 1991), mengartikan komunitas sebagai tempat atau sekumpulan orang- orang atau sistem sosial.
Cohen (1985: 12) mengemukakan bahwa komunitas mencakup dua hal yang saling berkaitan, yaitu adanya kesamaan di antara anggota dalam suatu kelompok serta adanya sesuatu yang membedakan kelompok tersebut dari kelompok lain. Dengan demikian, komunitas mencerminkan adanya unsur keseragaman sekaligus perbedaan di dalamnya.
Contoh komunitas banyak ditemukan di sekitar kita, seperti komunitas tenun di Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Intinya komunitas dapat terjadi dalam masyarakat yang saling membutuhkan satu sama lain dan terbentuk melalui interaksi sosial.
Keberagaman adat istiadat dan kearifan lokal menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara yang kaya akan nilai-nilai budaya. Keunikan inilah yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang paling menarik di dunia.Kearifan lokal merupakan konsep yang mengacu pada pengetahuan, nilai, dan praktik yang dikembangkan oleh masyarakat setempat berdasarkan pengalaman, tradisi, dan lingkungan hidup mereka. Konsep ini mencakup berbagai aspek seperti budaya, spiritual, sosial, dan lingkungan yang telah diwariskan turun- temurun dan terintegrasi dalam kehidupan sehari- hari masyarakat.
Kearifan lokal berperan sebagai landasan utama dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan, menjaga tradisi budaya, dan memajukan masyarakat yang mengakar pada identitas serta keunikan daerahnya. Kearifan lokal menurut Keraf adalah mencakup semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, wawasan, serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupannya didalam komunitas ekologis.
Kearifan lokal memiliki ciri-ciri khas yang dapat diidentifikasi, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kemampuan untuk bertahan dari pengaruh budaya luar dan mengendalikannya.
2. Terdapat benteng pertahanan dari ancaman pengaruh budaya luar.
3. Dapat mengintegrasikan, menggabungkan, atau membaurkan unsur budaya luar ke dalam budaya asli.
4. Paham mengenai arah perkembangan budaya luar.
Karakteristik tersebut secara umum menekankan pentingnya menjaga tradisi yang telah diwariskan selama berabad-abad di wilayah tertentu guna menghormati adat istiadat setempat, namun tetap terbuka terhadap pengaruh budaya luar yang masuk.
Komunitas tenun yang berada di Dusun Sade memiliki pelaku utama kerajinannya yaitu para wanita, mereka dengan tekun membuat tenunan menggunakan peralatan yang sederhana dan tradisional, menghasilkan kain dengan motif yang indah. Di masa lalu, hampir semua perempuan dari Suku Sasak memiliki keterampilan menenun. Itu menjadi kemampuan wajib, bahkan perempuan Sasak tidak boleh menikah sebelum bisa menenun. Hal ini menjadi salah satu penentu kedewasaan perempuan Suku Sasak. Seiring dengan modernisasi maka kemampuan menenun semakin langka. Desa Rembitan inilah yang masih mempertahankan menenun menjadi warisan turun temurun.
Cohen (1985: 12) mengemukakan bahwa komunitas mencakup dua hal yang saling berkaitan, yaitu adanya kesamaan di antara anggota dalam suatu kelompok serta adanya sesuatu yang membedakan kelompok tersebut dari kelompok lain. Dengan demikian, komunitas mencerminkan adanya unsur keseragaman sekaligus perbedaan di dalamnya.
Contoh komunitas banyak ditemukan di sekitar kita, seperti komunitas tenun di Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Intinya komunitas dapat terjadi dalam masyarakat yang saling membutuhkan satu sama lain dan terbentuk melalui interaksi sosial.
Keberagaman adat istiadat dan kearifan lokal menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara yang kaya akan nilai-nilai budaya. Keunikan inilah yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang paling menarik di dunia.Kearifan lokal merupakan konsep yang mengacu pada pengetahuan, nilai, dan praktik yang dikembangkan oleh masyarakat setempat berdasarkan pengalaman, tradisi, dan lingkungan hidup mereka. Konsep ini mencakup berbagai aspek seperti budaya, spiritual, sosial, dan lingkungan yang telah diwariskan turun- temurun dan terintegrasi dalam kehidupan sehari- hari masyarakat.
Kearifan lokal berperan sebagai landasan utama dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan, menjaga tradisi budaya, dan memajukan masyarakat yang mengakar pada identitas serta keunikan daerahnya. Kearifan lokal menurut Keraf adalah mencakup semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, wawasan, serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupannya didalam komunitas ekologis.
Kearifan lokal memiliki ciri-ciri khas yang dapat diidentifikasi, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kemampuan untuk bertahan dari pengaruh budaya luar dan mengendalikannya.
2. Terdapat benteng pertahanan dari ancaman pengaruh budaya luar.
3. Dapat mengintegrasikan, menggabungkan, atau membaurkan unsur budaya luar ke dalam budaya asli.
4. Paham mengenai arah perkembangan budaya luar.
Karakteristik tersebut secara umum menekankan pentingnya menjaga tradisi yang telah diwariskan selama berabad-abad di wilayah tertentu guna menghormati adat istiadat setempat, namun tetap terbuka terhadap pengaruh budaya luar yang masuk.
Komunitas tenun yang berada di Dusun Sade memiliki pelaku utama kerajinannya yaitu para wanita, mereka dengan tekun membuat tenunan menggunakan peralatan yang sederhana dan tradisional, menghasilkan kain dengan motif yang indah. Di masa lalu, hampir semua perempuan dari Suku Sasak memiliki keterampilan menenun. Itu menjadi kemampuan wajib, bahkan perempuan Sasak tidak boleh menikah sebelum bisa menenun. Hal ini menjadi salah satu penentu kedewasaan perempuan Suku Sasak. Seiring dengan modernisasi maka kemampuan menenun semakin langka. Desa Rembitan inilah yang masih mempertahankan menenun menjadi warisan turun temurun.
Tenun merupakan metode pembuatan kain dengan teknik sederhana, yaitu menyilangkan benang secara vertikal dan horizontal. Proses ini melibatkan persilangan antara benang lusi dan benang pakan secara bergantian. Umumnya, kain tenun dibuat dari bahan seperti serat kayu, kapas, sutra, dan lainnya. Menurut para antropolog, aktivitas menenun sudah ada sejak sekitar tahun 500 SM. Tradisi menenun dengan alat tradisional ini diwariskan secara turun-temurun dari leluhur kepada generasi berikutnya hingga saat ini.
Tenun termasuk komunitas karena biasanya melibatkan sekelompok orang yang bekerja bersama dalam tradisi dan keterampilan tertentu, seperti untuk berbagi pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman. Tenun juga dapat masuk ke dalam komunitas karena memiliki nilai-nilai budaya dan filosofi yang mendalam. Proses tenun melibatkan kesabaran, ketekunan, dan kebersamaan, yang mencerminkan nilai-nilai komunitas. Komunitas ini sering kali memiliki nilai-nilai budaya yang dijaga turun-temurun. Seperti yang dapat kita lihat dalam komunitas tenun Masyarakat Adat Rembitan yang berada di Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Proses pembuatan kain tenun di Desa Sade adalah sebuah seni yang membutuhkan keterampilan tinggi dan ketelitian. Mulai dari pemilihan bahan baku hingga proses penenunan, semuanya dilakukan secara tradisional. Setiap motif tenun memiliki cerita dan makna yang unik, mencerminkan kekayaan budaya masyarakat setempat.
Kain tenun tradisional dari Dusun Sade, Desa Rembitan, memiliki tujuh jenis, yaitu :
1) Selolot merupakan motif garis dengan warna dasar hijau muda yang melambangkan kesejukan dan ketenangan. Kain ini dipakai sebagai bawahan perempuan dalam upacara adat.
2) Kembang Komak merupakan motif khas Suku Sasak untuk laki- laki, biasanya digunakan saat upacara adat nyelabar, yaitu pemberitahuan kepada keluarga perempuan bahwa anaknya telah menikah.
3) Tapok Kemalo yaitu kain dengan warna hitam, putih, dan merah pada garis pinggirnya. Kini banyak digunakan saat upacara pernikahan( nyongkolan), terutama oleh pemuda.
4) Ragi Genep yang bermakna" bumbu lengkap," mencerminkan keberagaman warna yang digunakan dalam kain ini.
5) Batang Empat yang dipercayai sebagai sebengkung( ikat pinggang) untuk laki- laki dalam upacara adat.
6) Kain Bereng yaitu berwarna hitam, melambangkan manusia yang berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah.
7) Krodat yang memiliki warna dasar merah hati yang melambangkan keberanian, dihiasi garis kuning yang melambangkan ketentraman
Tenun memiliki sejarah panjang di Indonesia, dengan catatan sejarah menunjukkan bahwa tenun sudah ada sejak abad ke-3 SM. Teknik tenun tradisional ini dibawa oleh nenek moyang dan terus berkembang hingga saat ini. Pada abad ke-13, tenun menjadi bagian penting dari kebudayaan Majapahit. Motif-motif tenun tersebut mencerminkan kekuasaan dan kejayaan kerajaan. Pada masa kolonial, tenun menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan. Tenun dipakai sebagai pakaian adat dan menjadi lambang identitas budaya.
Selain kain tenun, rumah adat di Dusun Sade menjadi salah satu daya tarik utama. Penduduk Sade memiliki tradisi unik dalam merawat rumah mereka, yaitu menggunakan kotoran sapi dan kerbau untuk mengepel lantai secara rutin. Mereka meyakini bahwa cara ini dapat membuat lantai menjadi lebih mengilap, bebas lembab, dan menghindari gangguan nyamuk. Aktivitas sehari- hari yang kental dengan tradisi ini telah menjadi bagian dari kehidupan pariwisata yang menopang masyarakat Sade. Kearifan lokal tersebut menjadi modal penting bagi mereka untuk bertahan sekaligus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa melupakan tradisi.
Kain tenun melambangkan harmoni, ketekunan, dan warisan budaya. Setiap helai benang yang tersusun mencerminkan keterhubungan antarindividu dalam masyarakat yang saling mendukung untuk menciptakan keindahan yang utuh. Motif dan warna pada kain ini merepresentasikan identitas, nilai- nilai, serta kearifan lokal, menjadi simbol perjalanan sejarah dan kebanggaan masyarakat. Melalui proses pembuatan yang rumit namun penuh kesabaran, kain tenun mengajarkan nilai- nilai kesabaran, ketelitian, dan penghargaan terhadap tradisi. Motif yang dihasilkan sering kali mencerminkan kehidupan sehari- hari, seperti motif bunga yang menjadi simbol keindahan dan kesuburan. Sementara itu, warna kain tenun memiliki makna mendalam, misalnya warna merah yang mewakili keberanian dan kekuatan.
Komunitas kain tenun memiliki tujuan untuk melestarikan tradisi dan kebudayaan lokal. Mereka berupaya mempertahankan teknik dan motif tenun tradisional yang telah diwariskan turun- temurun. Selain itu, komunitas ini juga bertujuan meningkatkan kualitas hidup anggota melalui pengembangan keterampilan dan sumber pendapatan. Dengan demikian, komunitas kain tenun menjadi wadah pelestarian budaya dan pengembangan ekonomi lokal. Kearifan lokal kain tenun juga memiliki tujuan yang lebih luas, yaitu mempromosikan keberlanjutan dan pelestarian lingkungan. Komunitas kain tenun menunjukkan kepeduliannya pada pelestarian lingkungan melalui penggunaan bahan alami dan proses produksi yang mendukung keberlanjutan.
Proses pembuatan kain tenun di Desa Sade adalah sebuah seni yang membutuhkan keterampilan tinggi dan ketelitian. Mulai dari pemilihan bahan baku hingga proses penenunan, semuanya dilakukan secara tradisional. Setiap motif tenun memiliki cerita dan makna yang unik, mencerminkan kekayaan budaya masyarakat setempat.
Kain tenun tradisional dari Dusun Sade, Desa Rembitan, memiliki tujuh jenis, yaitu :
1) Selolot merupakan motif garis dengan warna dasar hijau muda yang melambangkan kesejukan dan ketenangan. Kain ini dipakai sebagai bawahan perempuan dalam upacara adat.
2) Kembang Komak merupakan motif khas Suku Sasak untuk laki- laki, biasanya digunakan saat upacara adat nyelabar, yaitu pemberitahuan kepada keluarga perempuan bahwa anaknya telah menikah.
3) Tapok Kemalo yaitu kain dengan warna hitam, putih, dan merah pada garis pinggirnya. Kini banyak digunakan saat upacara pernikahan( nyongkolan), terutama oleh pemuda.
4) Ragi Genep yang bermakna" bumbu lengkap," mencerminkan keberagaman warna yang digunakan dalam kain ini.
5) Batang Empat yang dipercayai sebagai sebengkung( ikat pinggang) untuk laki- laki dalam upacara adat.
6) Kain Bereng yaitu berwarna hitam, melambangkan manusia yang berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah.
7) Krodat yang memiliki warna dasar merah hati yang melambangkan keberanian, dihiasi garis kuning yang melambangkan ketentraman
Tenun memiliki sejarah panjang di Indonesia, dengan catatan sejarah menunjukkan bahwa tenun sudah ada sejak abad ke-3 SM. Teknik tenun tradisional ini dibawa oleh nenek moyang dan terus berkembang hingga saat ini. Pada abad ke-13, tenun menjadi bagian penting dari kebudayaan Majapahit. Motif-motif tenun tersebut mencerminkan kekuasaan dan kejayaan kerajaan. Pada masa kolonial, tenun menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan. Tenun dipakai sebagai pakaian adat dan menjadi lambang identitas budaya.
Selain kain tenun, rumah adat di Dusun Sade menjadi salah satu daya tarik utama. Penduduk Sade memiliki tradisi unik dalam merawat rumah mereka, yaitu menggunakan kotoran sapi dan kerbau untuk mengepel lantai secara rutin. Mereka meyakini bahwa cara ini dapat membuat lantai menjadi lebih mengilap, bebas lembab, dan menghindari gangguan nyamuk. Aktivitas sehari- hari yang kental dengan tradisi ini telah menjadi bagian dari kehidupan pariwisata yang menopang masyarakat Sade. Kearifan lokal tersebut menjadi modal penting bagi mereka untuk bertahan sekaligus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa melupakan tradisi.
Kain tenun melambangkan harmoni, ketekunan, dan warisan budaya. Setiap helai benang yang tersusun mencerminkan keterhubungan antarindividu dalam masyarakat yang saling mendukung untuk menciptakan keindahan yang utuh. Motif dan warna pada kain ini merepresentasikan identitas, nilai- nilai, serta kearifan lokal, menjadi simbol perjalanan sejarah dan kebanggaan masyarakat. Melalui proses pembuatan yang rumit namun penuh kesabaran, kain tenun mengajarkan nilai- nilai kesabaran, ketelitian, dan penghargaan terhadap tradisi. Motif yang dihasilkan sering kali mencerminkan kehidupan sehari- hari, seperti motif bunga yang menjadi simbol keindahan dan kesuburan. Sementara itu, warna kain tenun memiliki makna mendalam, misalnya warna merah yang mewakili keberanian dan kekuatan.
Komunitas kain tenun memiliki tujuan untuk melestarikan tradisi dan kebudayaan lokal. Mereka berupaya mempertahankan teknik dan motif tenun tradisional yang telah diwariskan turun- temurun. Selain itu, komunitas ini juga bertujuan meningkatkan kualitas hidup anggota melalui pengembangan keterampilan dan sumber pendapatan. Dengan demikian, komunitas kain tenun menjadi wadah pelestarian budaya dan pengembangan ekonomi lokal. Kearifan lokal kain tenun juga memiliki tujuan yang lebih luas, yaitu mempromosikan keberlanjutan dan pelestarian lingkungan. Komunitas kain tenun menunjukkan kepeduliannya pada pelestarian lingkungan melalui penggunaan bahan alami dan proses produksi yang mendukung keberlanjutan.
Kearifan lokal, seperti tradisi menenun, adalah bagian dari warisan budaya yang menggambarkan identitas serta ciri khas sebuah komunitas. Aktivitas kreatif yang diwariskan dari generasi ke generasi ini tidak hanya menghasilkan kain indah, tetapi juga menggambarkan nilai-nilai seperti kebersamaan, kemandirian, dan keberlanjutan dalam kehidupan masyarakat. Contoh nyata pelestarian budaya ini dapat dilihat pada komunitas di Dusun Sade, Desa Rembitan, yang tetap mempertahankan tradisi dan nilai-nilai lokal hingga saat ini. Dengan menjaga kearifan lokal, masyarakat Dusun Sade telah menciptakan identitas budaya yang kokoh dan berkelanjutan. Produk tenun mereka tidak sekadar menjadi pakaian, tetapi juga media untuk mengungkapkan cerita dan warisan leluhur. Pola dan motif tenun sering kali memiliki makna filosofis yang mendalam, mencerminkan hubungan manusia dengan alam, spiritualitas, serta sejarah komunitas setempat.
Dengan mempertahankan kearifan lokal, masyarakat Dusun Sade dapat menjadi contoh bagi masyarakat lain di Indonesia. Kita berharap bahwa kearifan lokal ini akan terus berkembang dan memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan.
Dalam keseluruhan, komunitas dan kearifan lokal masyarakat Dusun Sade, Desa Rembitan, merupakan aset berharga yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Kita harus terus mendukung dan mempromosikan kearifan lokal ini untuk mempertahankan keberagaman budaya Indonesia.
Sumber:
Penulis:
1. Zullaily Syukmawati (36)
2. Zalfa Ayu Nurpadila (35)
3. M. Siswandi Pratama(15)
Penulis:
1. Zullaily Syukmawati (36)
2. Zalfa Ayu Nurpadila (35)
3. M. Siswandi Pratama(15)
4. Sabilly Prasetya Pamungkas (30)
Comments
Post a Comment
Cara bicara menunjukkan kepribadian, berkomentarlah dengan baik dan sopan…