edukasinfo.com | Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Tekonologi (Kemendikbudristek) bersama Ibu Penggerak berkomitmen untuk menuntaskan dan menghapus "tiga dosa besar" dalam dunia pendidikan. Upaya tersebut dilakukan guna mewujudkan pembelajaran yang nyaman dan aman bagi anak di sekolah.
Upaya penghapusan "tiga dosa besar" dilakukan melalui implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan serta Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek, Anang Ristanto mengatakan hingga saat ini Kemendikbudristek terus berupaya menghapus "tiga dosa besar" dengan mendorong satuan pendidikan untuk mengimplementasikan Permendikbud tersebut.
"Ini adalah salah satu komitmen kami untuk terus mewujudkan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari segala bentuk kekerasan," ucap Anang dalam rilis berita Kemendikbudristek, Sabtu (12/11).
Menanggapi langkah tersebut seorang psikolog sekaligus salah satu Ibu Penggerak yang tergabung dalam Komunitas Sidina, Maria Hardoni mendukung penghapusan "tiga dosa besar" dari dunia pendidikan. Ia berkomitmen untuk membantu Kemendikbudristek dengan menyosialisasikan dan menerapkan pola pengasuhan yang positif terhadap anak-anak.
Dalam hidupnya, Maria pernah mengalami perundungan saat masa kecil. Terlahir dengan disabilitas penglihatan (low vision), Maria pernah mengalami intoleransi dan perundungan di sekolah. Lebih dari itu, saat ia mengenyam bangku pendidikan, banyak guru yang mendidik dengan menerapkan sedikit kekerasan di sekolah.
"Dari situ saya merasa bahwa "tiga dosa besar" ini benar-benar perlu dihapus dari dunia pendidikan, karena sangat berpengaruh terhadap psikologis kita. Apalagi dengan pekerjaan saya sekarang, saya banyak menemukan kasus-kasus yang terjadi pada anak-anak akibat perundungan, intoleransi, maupun kekerasan,” ujar Maria.
Menurut Maria, upaya yang bisa dilakukan untuk menghapus "tiga dosa besar" yaitu mulai dari lingkungan keluarganya. Maria melakukan penerapan pola pengasuhan positif terhadap kedua anaknya. Penanaman kasih sayang, saling menghargai, berpikir positif dan terbuka, menumbuhkan empati, serta keterampilan bergaul dan berkomunikasi.
"Harapannya dengan penerapan kemampuan-kemampuan ini bisa menjadi bekal anak dalam bergaul bersama teman-temannya, sehingga perundungan, intoleransi, dan kekerasan tidak terjadi,” imbuh Maria.
Selain menjalin komunikasi dan kedekatan emosional dengan anak-anaknya, Maria juga melakukan penyebaran informasi yang diperoleh dari Kemendikbudristek terkait "tiga dosa besar" kepada para orang tua siswa di sekolah anaknya. Maria mengungkapkan bahwa mereka bisa saling berbagi ilmu dan informasi terhadap perkembangan anak-anak di sekolah, sehingga mereka bisa belajar dengan aman dan nyaman tanpa "tiga dosa besar".
"Saya juga berusaha menjalin relasi baik dengan guru-guru di sekolah anak-anak saya, sehingga jika terjadi perundungan, intoleransi, dan kekerasan saya bisa mengetahui serta bisa memberikan saran atau masukan dengan nyaman kepada pihak sekolah," pungkasnya.
Sebagai informasi, "tiga dosa besar" dalam dunia pendidikan yang harus dihapus, yaitu masalah perundungan, intolerasi, dan kekerasan. Masalah inilah yang akan dituntaskan oleh Kemendikbudristek agar tidak lagi ditemukan di sekolah dan anak bisa belajar dengan aman dan nyaman.
Comments
Post a Comment
Cara bicara menunjukkan kepribadian, berkomentarlah dengan baik dan sopan…