Komunikasi empatik merupakan proses penyampaian pesan yang menunjukkan adanya indikasi saling memberikan pengertian dan saling memahami situasi dan kondisi antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini
menciptakan interaksi yang membuat satu pihak memahami dan merasakan sudut pandang pihak
lainnya.
Kata empatik berasal dari kata empati yang artinya kemampuan seseorang untuk mengetahui dan turut merasakan apa yang dialami orang lain pada
saat tertentu. Dengan demikian komunikasi empatik dapat menjadi sarana untuk menjalin saling pengertian antara
dua pihak yaitu guru dan siswa. Jika guru berhasil mengembangkan komunikasi
empatik, maka siswa dapat memahami bahwa tujuan dari pemberian tugas belajar adalah tanggung jawabnya.
Untuk memperoleh komunikasi empatik, guru harus memerlihatkan hal-hal sebagai berikut.
1. Menghargai setiap pertanyaan, jawaban dan semua respons yang disampaikan oleh siswa. Hal ini akan memberikan rasa percaya diri dan semangat pada diri siswa dalam mengikuti pembelajaran.
2. Bersikap sabar untuk tidak memotong pembicaraan siswa.
3. Bersikap tenang dalam menghadapi berbagai kondisi pembelajaran baik dalam kondisi tenang maupun dalam kondisi gaduh.
4. Bersikap bebas prasangka, atau tidak evaluatif, kecuali jika sangat diperlukan.
5. Bersikap penuh pengertian terhadap pendapat siswa meskipun bertentangan atau kurang tepat tanpa menyinggung perasaan siswa.
Komunikasi empatik dapat dilakukan dengan memposisikan pikiran dan perasaan guru menurut persepsi siswa. Hal ini tercermin dalam bahasa yang digunakan dan cara memperlakukan siswa.
Berikut contoh
komunikasi empatik antara guru dan siswa
dalam proses pembelajaran.
Contoh 1
Guru : ”Mengapa
kamu datang terlambat?”
Siswa : ”Saya
terlambat bangun, Pak.”
Guru : “Ah, alasan
kamu! Tidakkah kamu tahu kalau sekolah dimulai pukul
07.00?”
Siswa : ”Saya tahu, Pak. Tapi kali ini saya benar-benar terlambat bangun. Saya
menyesal datang terlambat.”
Guru : ”Ya, sudah.
Besok tidak boleh terlambat lagi. Awas kalau terlambat lagi!”
Contoh komunikasi di atas menunjukkan cara guru yang tidak empatik dalam menyelesaikan persoalan siswa yang terlambat masuk sekolah. Pemilihan kata yang digunakan guru adalah kata-kata yang menyudutkan, menyalahkan, dan mengundang rasa tidak nyaman. Bahkan, di dalamnya terdapat kalimat yang mengancam siswa. Siswa akan merasa tidak nyaman dengan sikap guru tersebut. Sikap guru seperti itu dapat mengundang siswa tidak hormat pada guru, bahkan dapat menimbulkan rasa marah dan dendam siswa kepada guru.
Contoh 2
Guru : ”Kenapa kamu datang terlambat, Nak?”
Siswa : ”Saya terlambat bangun, Pak.”
Guru : “Kamu tidur terlalu larut tadi malam?”
Siswa : ”Betul, Pak. Saya nonton pertandingan sepak bola.”
Guru : ”Kamu sangat menyukai sepak bola?”
Siswa : ”Betul, Pak. Saya pecinta sepak bola.”
Guru : ”Kamu mencintai sepak bola?”
Siswa : ”Ya, Pak.”
Guru : ”Kamu tidak mau kehilangan kesempatan nonton sepak bola?”
Siswa : Betul, Pak.”
Guru : ”Kamu juga sebetulnya tidak mau terlambat sekolah?”
Siswa : ”Betul, Pak.”
Guru : ”Kamu dapat mengatur waktumu agar kecintaanmu terhadap sepak bola
tidak mengganggu sekolahmu?”
Siswa : ”Bisa, Pak. Lain kali saya tidak akan terlambat ke sekolah, meskipun
habis nonton sepak bola.”
Guru : ”Kamu merasa itu pilihan yang terbaik untukmu?”
Siswa : ”Ya, Pak.”
(Guru mengangguk, lalu mempersilakan siswa masuk kelas).
Contoh komunikasi yang kedua di atas merupakan cara guru berkomunikasi secara empati dalam menyelesaikan persoalan siswa yang terlambat masuk sekolah. Pada contoh tersebut guru memposisikan diri pada persepsi dan perasaan siswa yang terlambat sehingga akhirnya siswa menyadari kekeliruannya dengan penuh kesadaran. Bahkan, siswa dapat menemukan solusi permasalahan tanpa harus merasa ditekan atau diancam oleh guru. Kecintaannya pada sepak bola tidak dicela oleh guru.
Baca juga :
Comments
Post a Comment
Cara bicara menunjukkan kepribadian, berkomentarlah dengan baik dan sopan…