edukasinfo.com | Penelitian tentang peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pembangunan desa saat ini menjadi isu menarik untuk diangkat. Terkait dengan itu berikut kami bagikan latar belakang penelitian peran BPD dalam pembangunan desa yang dilakukan oleh mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Selong, Abdul Azis.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Indonesia merupakan negara kepulauan yang multikultural. Negara dengan 1.340 suku bangsa, 7.241 budaya, dan 742 bahasa daerah tersebar di 34 provinsi. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak wilayah atau daerah dengan perbedaan geografis dan demografis, serta karakter sosial budaya yang beragam.
Keberagaman karakter masing-masing daerah mempengaruhi sistem politik dan pembagian wewenang dalam sistem pemerintahan. Terdapat 3 sistem pembagian wewenang yang berlaku di Indonesia yakni sentralisasi, desentralisasi, dan dekonsentrasi. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan wujud dari pelaksanaan otonomi daerah pada sistem desentralisasi.
Secara konstitusional desentralisasi merupakan aktualisasi dari pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan otonomi daerah yang dalam era reformasi menjadi salah satu agenda nasional. Melalui penyelenggaraan pemerintahan daerah diharapkan lebih mempercepat terwujudnya kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat di daerah (Siregar, 2015:120).
Penyelenggaraan sistem pemerintahan secara desentralisasi menempatkan Desa di berbagai daerah sebagai garis depan dalam sistem pemerintahan Indonesia. Keberadaan desa dengan kewenangan yang dimiliki merupakan ujung tombak dari pelaksanaan kehidupan yang demokratis di daerah. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan Peraturan Terkait telah mendesain jalannya pemerintahan desa dengan baik. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menjadi hakikat sebuah pemerintahan desa. Keberhasilan pembangunan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dapat dicapai dengan memperhatikan dan mempedomani berbagai peraturan pemerintah dan peraturan menteri (Sujadi, 2015).
Mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan merupakan tujuan sebuah pembangunan Desa.
Pembangunan Desa dapat dilakukan dengan menjalin sinergitas antar semua elemen pemerintahan desa dengan maksimal dalam membuat keputusan bersama. Beberapa elemen desa yang berperan penting dalam mewujudkan pembangunan desa salah satunya adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga vital dalam pemerintahan desa yang memiliki kontribusi besar untuk pemberdayaan masyarakat Desa.
Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 4 menjelaskan bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
Dalam Peraturan Menteri (Permen) tersebut, peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam ikut serta menentukan arah pembangunan Desa sangat penting. Sebagai badan legislatif di tingkat desa sekaligus wakil dari masyarakat Desa, BPD diberi kewenangan penuh untuk menerapkan budaya demokrasi di tingkat Desa, baik pengawasan terhadap Pemerintah Desa maupun melakukan pemetaan aspirasi dan kebutuhan masyarakat mengenai hal strategis yang dapat dibahas dalam Musyawarah Desa.
Kewenangan dan peran penting Badan Permusyawaratan Desa yang dimiliki dapat mewujudkan harmonisasi dalam masyarakat melalui kerjasama dan peningkatan hubungan sosial yang intensif. Sehingga ide dan gagasan antar lembaga dapat terealisasi dalam kebijakan dan pembangunan Desa.
Akan tetapi, realitas sosial menunjukkan adanya disfungsi lembaga dan disintegrasi antar Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa maupun dengan lembaga desa lainnya. Di beberapa daerah masih banyak Desa belum dapat berkembang dan bersaing dengan masyarakat Desa lainnya secara maksimal termasuk Desa Menceh.
Desa Menceh sebagai salah satu Desa di Kecamatan Sakra Timur Kabupaten Lombok Timur hingga saat ini belum menunjukkan perubahan progresif dalam pembangunan baik pembangunan sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Berdasarkan pengamatan awal, indikasi disfungsi dan diskordinasi antar lembaga Desa terlihat sangat kontras. Program-program pembangunan yang telah disepakati sejak awal tidak berjalan sesuai rencana. Peran Badan Permusyawaratan Desa nampaknya sangat minim dalam memberikan kontribusi.
Berdasar pada uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembangunan Desa (Studi Kasus di Desa Menceh Kecamatan Sakra Kabupaten Lombok Timur)”.
Comments
Post a Comment
Cara bicara menunjukkan kepribadian, berkomentarlah dengan baik dan sopan…