BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
1. Kondisi Geografis
Secara geografis Kabupaten Lombok Timur terletak diantara 1160-1170 BT dan antara 80-90 lintang selatan dengan luas wilayah 2.679,88 km2 yang terdiri dari daratan seluas 1.605,55 km2 (59,91 0/0) dan lautan seluas 1.074,33 km2 (40,99 0/0). Kabupaten Lombok Timur memiliki 20 Kecamatan, salah satunya yaitu Kecamatan Sakra Timur.
Kecamatan Sakra Timur memiliki luas wilayah 37,36 km2 yang terdiri dari 10 (Sepuluh) desa yakni Desa Gelanggang, Surabaya, Lepak, Gereneng, Montong Tangi, Lepak Timur, Surabaya Utara, Gereneng Timur, Lenting, dan Desa Menceh. Kecamatan Sakra Timur berbatasan dengan beberapa kecamatan antara lain di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Selong, di bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Sakta Barat, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sakra, dan di sebelah timur berbatasan dengan Selat Alas.
Kecamatan Sakra Timur terletak pada ketinggian antara 90-192 meter di atas permukaan air laut dengan curah hujan 427 mm yang turun selama 44 hari dalam 6 bulan. Jarak ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten sejauh 7 km, sedangkan jarak tempuh antar desa di kecamatan relatif cukup dekat, sekitar 0 - 4 km.
Dari 10 (sepuluh) desa yang ada di Kecamatan Sakra Timur, Desa Menceh merupakan desa yang terluas yakni sekitar 19,20 persen dari luas total Kecamatan Sakra Timur, dan wilayah desa terkecil adalah Desa Montong Tangi yang proporsi wilayahnya hanya 4,94 persen dari luas keseluruhan.
Dilihat dari tofografinya, Desa Menceh terletak pada ketinggian 0,50 meter dari permukaan air laut dengan tingkat kemiringan tanah sampai pada 10 derajad yang nampak dari barat menuju timur dan terletak pada dataran rendah seluas 8.261 ha/m2 yang berdekatan dengan tepi pantai/pesisir dan aliran air/bantaran sungai yang bebas banjir. Desa ini memiliki iklim curah hujan 150 mm yang turun selama dalam 4 (empat) bulan dengan suhu harian rata-rata di wilayah ini mencapai 380C dan tingkat kelembabannya 370C.
Kondisi tanah atau jenis dan kesuburan tanah yakni sebagian besar tanah berwarna hitam dengan tekstur tanah liat. Adapun luas menurut penggunaannya terdiri dari tanah sawah seluas 679,16 ha/m2, tanah kering 80,84 ha/m2, dan tanah fasilitas umum 15,10 ha/m2. Sehingga luas wilayah Desa Menceh secara keseluruhan yakni 746,20 ha/m2.
Desa Menceh berjarak sekitar 4 km dari ibu kota kecamatan dengan jarak tempuh menggunakan kendaraan sepeda motor selama ½ jam, dan jarak tempuh dengan berjalan kaki selama 1 ½ jam. Adapun jarak Desa Menceh dari ibu kota kabupaten yakni 20 km dengan jarak tempuh menggunakan kendaraan selama 1 jam. Desa Menceh merupakan desa yang berada paling dekat dengan pinggir pantai serta berbatasan langsung dengan perusahaan tambak udang.
Wilayah Desa Menceh berbatasan dengan beberapa desa dan perairan yakni:
Sebelah barat berbatasan dengan Desa Gelanggang Kecamatan Sakra Timur.
Sebelah utara berbatasan dengan Desa Surabaya Kecamatan Sakra Timur.
Sebelah selatan berbatasan dengan Kali Palung Desa Pijot Kecamatan Sakra Barat.
Sebelah timur berbatasan langsung dengan pantai/lautan (selat alas).
2. Lembaga Kepemerintahan
Secara lembaga kepemerintahan, desa Menceh berdiri atau dibentuk dengan dasar hukum Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lombok Timur. Kepemerintahan desa dijalankan oleh Kepala Desa, 4 Kepala Urusan, dan 21 aparat pemerintah desa dengan 21 unit kerja yang aktif dan disertai dengan berbagai inventaris, sarana dan prasarana, dan kelengkapan administrasi pendukung yang telah dimiliki.
Dalam rangka mendorong kinerja pemerintahan desa maka dibentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan 7 anggota berdasarkan keputusan Bupati. Pembentukan BPD bertujuan sebagai partner kerja pemerintahan desa maupun pengawas kinerja pemerintahan desa yang ditunjang oleh berbagai administrasi lengkap.
Untuk memaksimalkan kinerja Kepala Desa dan jajarannya, lembaga desa dibantu oleh 11 Kepala Dusun diantaranya: Dusun Menceh, Dayen Rurung, Dasan Tereng, Lendang Loner, Batu Lawang, Bagek Perie, Selayar, Ketapang, Kuangwai Induk, Kuangwai Tengah, dan Kuangwai Utara. Total Rukun Tetangga dari seluruh dusun sebanyak 35 RT yang dikukuhkan oleh Kepala Desa.
Beberapa organisasi desa atau lembaga kemasyarakatan dan keamanan yang dibentuk oleh Kepala Desa untuk memajukan pembangunan desa yakni:
- Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dibentuk dengan SK KADES dengan jumlah pengurus 15 orang.
- Kegiatan Posyandu, dibentuk dengan SK Kecamatan dengan jumlah 15 unit dan 15 pengurus.
- Karang Taruna, dibentuk dengan SK KADES dengan jumlah pengurus 31 orang.
- Kelompok Tani/Nelayan, dibentuk dengan SK KADES dengan jumlah 35 kelompok dan 105 pengurus.
- Hansip Desa berjumlah 20 orang,
- Anggota Satgas Linmas berjumlah 2 orang, dan
- Pos Kamling sebanyak 4 buah.
3. Pendidikan
Penduduk yang besar merupakan modal pembangunan suatu daerah. Akan tetapi jika jumlah penduduk yang besar tanpa dibarengi dengan peningkatan mutu kualitas penduduk yang baik, maka tidak dapat menjadi jaminan bagi keberhasilan pembangunan suatu daerah. Untuk itu, masalah kependudukan perlu mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak terlebih dari pemerintah dengan cara memberikan berbagai pelayanan kepada masyarakat seperti, pelayanan pendidikan masyarakat yang berkualitas.
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan sosial masyarakat, karena pendidikan menjadi pilar utama dalam pengembangan manusia. Adapun struktur sosial masyarakat Desa Menceh jika dilihat dari kondisi tingkat pendidikan menunjukkan bahwa, pendidikan masyarakat secara umum dapat dikatakan baik. Karena mayoritas generasi muda saat ini telah mengenyang pendidikan.
Berdasarkan data desa Tahun 2013 terdapat sejumlah masyarakat yang telah tamat belajar dari tingkat Sekolah Dasar/Sederajad sampai dengan S2 ( Strata Dua) sebanyak 728 orang dan terdapat 1.591 orang yang sedang sekolah, serta 306 orang warga masyarakat yang pernah sekolah tetapi tidak tamat Sekolah Dasar, dari total jumlah penduduk sebanyak 8.044 orang yang terdiri dari 3.719 Kepala Keluarga dan 100% Warga Negara Indonesia.
Adapun rincian untuk masyarakat yang telah tamat sekolah sebagai berikut:
- Masyarakat yang tamat Sekolah Dasar : 377 orang
- Masyarakat yang tamat SMP : 364 orang
- Masyarakat yang tamat SMA : 165 orang
- Masyarakat yang tamat D-3/sederajad : 8 orang
- Masyarakat yang tamat S-1/sederajad : 13 orang
- Masyarakat yang tamat S-2/sederajad : 1 orang
Untuk menunjang pendidikan masyarakat tersebut, terdapat beberapa lembaga pendidikan formal umum sebagai wadah belajar yang ada di Desa Menceh hingga pada tahun 2013 yakni:
- Play Group: 2 unit
- TK: 2 unit
- SD/sederajad: 6 unit
- SMP/sederajad: 2 unit
- SMA/sederajad: 2 unit
Selain lembaga formal umum yang disebutkan diatas, Desa Menceh juga memiliki lembaga pendidikan formal keagamaan (Sekolah Islam) yakni:
- Raudlatul Athfal: 2 unit
- Ibtidaiyah: 1 unit
- Tsanawiyah: 2 unit
- Aliyah: 2 unit
- Pondok Pesantren: 1 unit
Pendapatan ekonomi masyarakat merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan sosial. Dengan pendidikan dan jumlah penduduk yang besar dan untuk dapat memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan maka tidak terlepas dari kemampuan masyarakat dalam memenuhi perekonomian dalam suatu wilayah tersebut.
Untuk mencapai kondisi perekonomian yang memadai, masyarakat Desa Menceh melakukan beberapa usaha sebagaimana data yang ada seperti, industri material bangunan, usaha alat bangunan, usaha jasa pengangkutan, angkutan sungai menggunakan perahu motor, pasar mingguan, pasar kaget, usaha group musik, usaha group vokal, tukang kayu, tukang batu, tukang jahit, tukang cukur, tukang service elektronik, tukang besi, tukang gali sumur, tukang pijat/pengobatan alternatif, dan lain-lain dengan jumlah unit yang bervariasi.
Lebih jelasnya, di Desa Menceh terdapat beberapa sektor mata pencaharian yang dapat mendorong perekonomian masyarakat seperti:
1) Sektor Pertanian
Sektor pertanian merupakan bidang yang mayoritas digeluti oleh penduduk atau masyarakat dengan jumlah kepemilikan tanah yang berbeda-beda. Jumlah keluarga yang memiliki tanah pertanian sebanyak 962 keluarga, dan masyarakat yang tidak memiliki tanah pertanian sebanyak 560 keluarg. Aktifitas pertanian yang dilakukan oleh masyarakat yakni bergerak dalam usaha tanaman pangan dan hasil perkebunan. Adapun jenis tanaman pertanian maupun perkebunan seperti padi, jagung, kacang tanah, cabe, tembakau dan lain-lain dengan luas dan hasil yang bervariasi.
2) Sektor Perikanan
Sektor perikanan yang ada di Desa Menceh yakni terdapatnya lahan tambak seluas 86 ha yang termasuk tambak udang yang berada dekat pinggir pantai dusun Kuangwai dan Dusun Selayar desa Menceh.
3) Sektor Peternakan
Selain sektor pertanian dan sektor perikanan, masyarakat Desa Menceh juga mengembangkan usaha dalam sektor peternakan dengan berbagai jenis hewan peternakan. Jenis hewan ternak yang dikelola seperti:
- Sapi sebanyak 231 ekor yang dimiliki oleh 21 orang,
- Kerbau sebanyak 48 ekor yang dimiliki oleh 35 orang,
- Ayam kampung sebanyak 4.565 ekor yang dimiliki oleh 1.520 orang,
- Bebek sebanyak 300 ekor yang dimiliki oleh 20 orang,
- Kuda sebanyak 18 ekor yang dimiliki sebanyak 18 orang,
- Kambing sebanyak 870 ekor yang dimiliki oleh 274 orang,
Adapun kondisi ketenagakerjaan siap bekerja yang ada di Desa Menceh yakni sebanyak 3.156 orang. Dengan jumlah tenaga kerja tersebut, terdapat sejumlah warga (tenaga kerja) yang tidak memiliki pekerjaan atau mata pencaharian tetap yakni sebanyak 815 orang warga masyarakat Desa Menceh. Tenaga kerja yang ada diwilayah ini merupakan mayoritas penduduk atau masyarakat yang bekerja sebagai buruh tani yang penghasilannya belum dapat mecukupi kebutuhan ekonomi jangka panjang. Hal tersebut dikarenakan oleh upah yang minim yakni Rp, 30.000/hari.
5. Keadaan Sosial/Budaya
Dilihat dari keadaan sosial budaya/adat istiadatnya, masyarakat Desa Menceh merupakan mayoritas masyarakat yang sistem sosialnya masih tergolong kuat (paguyuban) dan hubungan antar anggota masyarakatnya masih kental. Masyarakat masih menjaga budaya gontong royong khususnya di dalam beberapa hal seperti pembangunan masjid, pembangunan jalan, menjaga fasilitas umum, dan kegiatan-kegiatan keagamaan ditengah-tengah masyarakat.
Kelestarian budaya masyarakat sasak di Desa Menceh sampai saat ini masih terjaga dengan baik. Hal ini terilihat dari eksistensi lembaga adat yang ada di wilayah ini seperti masih eksisnya pemangku adat/tokoh adat, kepengurusan adat, naskah-naskah adat, musyawarah adat, dan sanksi adat. Selain itu, kegiatan-kegiatan upacara adat juga masih terjaga dengan baik seperti upacara perkawinan, kematian, kelahiran, upacara adat dalam bercocok tanam, upacara adat dalam pembangunan rumah, dan upacara adat dalam pengolahan sumber daya alam.
6. Agama
Dilihat dari aspek agama, seluruh masyarakat Desa Menceh beragama Islam atau 100% beragama Islam dari total jumlah penduduk sebanyak 8.044 orang, dan dengan memiliki tempat ibadah (Masjid) sebanyak 10 unit dan Mushola sebanyak 10 unit. Fakta ini tentu relevan dengan julukan Pulau Lombok sebagai Pulau Seribu Masjid.
B. Gambaran Umum Perusahaan Tambak Udang PT. Windu Rama Lestari/U.D. Kelompok Tani Pantai Makmur.
Perusahaan Tambak Udang PT. Windu Rama Lestari atau yang sekarang berubah nama menjadi UD. Kelompok Tani Pantai Makmur merupakan perusahaan besar yang dimiliki oleh gabungan investor. Perusahaan ini membentang sepanjang 1 km lebih yang menghubungkan Dusun Kuangwai dengan Dusun Selayar Desa Menceh dan terletak tepat di tepi pantai. Luas perusahaan secara keseluruhan + 68 ha dengan didukung oleh 61 petak tambak aktif. Ukuran petak tambak bervariasi tergantung dari struktur tanah saat pembuatan petak yakni mulai dari ukuran paling kecil 30x40 meter sampai dengan 50x60 meter pertambak.
Jenis udang yang di budi daya sejak awal mula perusahaan beroperasi yakni udang windu, akan tetapi jenis udang ini sudah tidak lagi di budi daya karena menurut pihak perusahaan, jenis udang windu dianggap kurang produktif dan proses budi dayanya yang lebih berat. Sehingga jenis udang yang di budi daya sekarang yakni jenis udang Vannemae. Jenis bibit/benur ini diimport langsung dari Hawai (Amerika) dengan melakukan hecri (tempat pembesaran bibit sementara) di Lampung dan Bali.
Setelah selesai melakukan hecri, bibit/benur kemudian dibawa ke lokasi pertambakan. Jumlah bibit yang dibutuhkan pertambak tergantung dari permintaan teknisi (kepala budi daya) dengan mempertimbangkan kondisi tambak dan tingkat kematian udang. Biasanya pertambak membutuhkan 250-300 bibit permeter. Jika ukuran petak 50x60 meter, maka petak tersebut membutuhkan 55.000-66.000 bibit udang pertambak dengan proses pembesaran memerlukan waktu selama 4 bulan dan panen 1 x dalam 4 bulan. Jumlah petak yang dipanen perhari yakni berkisar antara 2-3 petak.
Budi daya udang dilakukan secara intensif (modern) yakni dengan menggunakan alat-alat berat yang canggih dan memerlukan input (masukan) biaya yang besar. Perusahaan juga didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten seperti: Manajer, Teknisi (kepala budi daya yang membimbing anak petakan selama budi daya), Asisten Teknisi, Mekanik, Karyawan Bagian Administrasi, Karyawan Laboratorium, Petugas Keamanan (Scurity) dari pihak Kepolisian dan Anggota Organisasi Elang Merah serta seorang petugas keamanan dari masyarakat tempatan, Karyawan Anak Petakan (karyawan budi daya yang bertugas memberi pakan udang dan merawat petakan), dan Pembantu Rumah Tangga. Total karyawan sebanyak 97 orang.
Pendidikan teknisi dan petugas laboratorium sendiri minimal harus S1 jurusan kelautan dan perikanan, dan/atau tamatan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) Perikanan yang telah memiliki jam terbang yang sangat berpengalaman. Sedangkan tingkat pendidikan untuk karyawan anak petakan tidak menjadi persyaratan utama karena akan dibimbing oleh kepala budi daya yakni teknisi dan asisten teknisi.
Dengan sistem budi daya dan SDM yang memadai, perusahaan dapat memperoleh hasil produksi sebanyak 5-11 ton pertambak dari ukuran tambak yang bervariasi. Untuk pemasaran, hasil produksi dieksport ke Jepang, Uni Eropa, dan Amerika melalui Kosturid (sebuah perusahaan pengekspor yang bekerjasama dengan perusahaan tambak udang). Kosturid tersebut memiliki beberapa Pengepul (di bawahnya kosturid) dan masing- masing pengepul beranggotakan 20 orang yang bertugas melakukan pemanenan dan sortir udang di lokasi tambak.
Dilihat dari aspek keamanan, perusahaan tambak udang menerapkan sistem keamanan yang super ketat, canggih, dan modern yang terdiri dari:
1) Penjaga Luar
Penjaga Luar merupakan penjaga yang diletakkan dan bertugas menjaga keamanan di luar perusahaan dengan cara mengelilingi setiap sudut perusahaan pada malam hari.
2) Penjaga Dalam
Penjaga Dalam merupakan penjaga yang bertugas menjaga dan memantau kondisi keamanan di dalam areal tambak atau perusahaan dan berkoordinasi dengan penjaga luar.
3) Bio Scurity
Sistem keamanan bio scurity merupakan sistem keamanan yang diterapkan oleh pihak perusahaan kepada semua karyawan untuk menghindari udang dari penyakit, karena udang sendiri sangat rentan terhadap virus/penyakit. Penerapan sistem ini dengan cara karyawan yang keluar dan masuk harus membersihkan anggota badan pada bak air bersih yang disediakan dekat dengan pintu gerbang masuk perusahaan seperti pada lampiran photo/gambar 5.
4) Pengamanan dengan CCTV
Selain sistem keamanan dengan menggunakan penjaga luar, penjaga dalam, dan bio scurity, perusahaan juga menerapkan sistem keamanan yang cukup canggih dan modern yakni dengan memasang CCTV atau kamera pemantau disetiap sudut lokasi perusahaan. Sehingga kemungkinan-kemungkinan untuk terjadinya kejahatan menjadi sedikit.
Dalam rangka mencapai hasil produksi budi daya udang yang maksimal, perusahaan menerapkan sistem budi daya berkelompok. Sistem budi daya seperti ini dilakukan dengan cara membagi-bagi petak kepada karyawan secara berkelompok. Satu kelompok terdiri dari 1-3 orang dan masing-masing kelompok mengerjakan atau mengelola 2-4 petak tambak pada blok-blok yang sudah ditentukan secara mandiri.
Sistem ini diterapkan perusahaan untuk mengetahui berhasil atau tidaknya masing-masing kelompok dalam melakukan budi daya, dan sebagai penentuan dalam pemberian bonus kepada suatu kelompok. Jumlah bonus sendiri tergantung dari tingkat keberhasilan budi daya yang dinilai oleh teknisi yakni sekitar 2-5 juta perkelompok. Jika suatu kelompok berhasil dalam budi daya maka akan mendapatkan bonus, dan jika suatu kelompok gagal dalam budi daya maka perusahaan tidak akan memberikan bonus. Sistem ini dimaksudkan untuk dapat memotivasi karyawan berkompetisi dan bersungguh-sungguh dalam bekerja budi daya udang.
Selain bonus keberhasilan budi daya udang, ada juga bonus atau uang kebersihan petak sebesar Rp, 200.000,/dua petak setiap bulan. Bonus ini di berikan kepada karyawan yang berhasil membersihkan petakan tambak masing-masing kelompok dengan baik, seperti kebersihan petakan dari rumput-rumput liar, kebersihan kincir, kebersihan kolam, dan lain-lain. Akan tetapi, jika kondisi tambak tidak bersih maka uang kebersihan akan ditangguhkan/ditahan.
BAB V
PEMBAHASAN
Sebagaimana yang telah diungkapkan diawal bahwa di Desa Menceh Kecamatan Sakra Timur Kabupaten Lombok Timur pada tahun 1998 telah berdiri sebuah Perusahaan Tambak Udang PT. Windu Rama Lestari dan saat ini telah berubah nama menjadi UD. Kelompok Tani Pantai Makmur. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang dimiliki oleh gabungan investor yang telah beroperasi selama 15 tahun dan masih aktif sampai saat ini. Keberadaan perusahaan ini tentu tidak terlepas dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan pimpinan perusahaan sehubungan dengan tujuan awal keberadaan perusahaan tambak udang bahwa, selain untuk memperoleh keuntungan financial bagi investor, keberadaan perusahaan juga diharapkan dapat memberikan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar perusahaan.
Untuk mewujudkan tujuan diatas, perusahaan melakukan beberapa cara seperti memberikan dana-dana bantuan sosial baik ke lingkungan masyarakat, masjid, sekolah, dan pembagian sembako kepada masyarakat miskin sekali setahun. Untuk tahun 2013 perusahaan memiliki program baru yakni pengangkatan anak asuh.
Saat ini pengangkatan anak asuh telah berjalan, meskipun jumlahnya hanya 1 (satu) orang. Kedepannya pihak perusahaan akan merekrut dalam jumlah yang lebih besar. Pengangkatan anak asuh ini berlaku bagi anak-anak yatim piatu dan anak-anak dari keluarga yang kurang mampu untuk dibiayai hidup dan sekolah oleh perusahaan.
Adapun tujuan yang tidak kalah pentingnya yakni, dengan adanya perusahaan tentu dapat membuka lapangan pekerjaan baru khususnya bagi tenaga kerja lokal atau masyarakat lingkar tambak udang (masyarakat Desa Menceh). Sehingga masyarakat memperoleh harapan besar dengan keberadaan perusahaan untuk dapat terlibat di dalammya.
A. Proses Pelibatan Masyarakat Lingkar Tambak Udang di Desa Menceh Kecamatan Sakra Timur.
Dalam hal ketenagakerjaan atau karyawan, perusahaan tambak udang memiliki klasifikasi karyawan dalam bidang-bidang tertentu. Dalam perusahaan terdapat beberapa macam jenis pekerjaan seperti yang telah diuraikan dalam gambaran umum perusahaan pada bab sebelumnya, seperti karyawan tehnisi, asisten tehnisi, bagian laboratorium, bagian administrasi, mekanik, keamanan (scurity), karyawan anak petakan, dan pembantu rumah tangga.
Adapun jenis pekerjaan yang lebih cocok dan lebih banyak diposisikan atau ditempati oleh masyarakat lingkar tambak yakni sebagai karyawan anak petakan dan pembantu rumah tangga. Khususnya posisi atau jenis pekerjaan sebagai anak petakan merupakan bidang yang membutuhkan cukup banyak tenaga kerja/karyawan tanpa membutuhkan skill atau keahlian khusus. Berbeda dengan posisi sebagai teknisi, mekanik, dan lainnya yang membutuhkan keahlian khusus dibidangnya.
Untuk itu, terkait dengan pelibatan masyarakat lingkar tambak udang dalam perusahaan, sejak awal berdirinya perusahaan terdapat beberapa masyarakat sekitar atau masyarakat lingkar tambak yang dilibatkan untuk bekerja sebagai anak petakan. Akan tetapi keterlibatan masyarakat tidak berlangsung lama dan bahkan saat ini justru masyarakat tidak ada yang terlibat dalam perusahaan dengan berbagai penyebabnya.
B. Faktor Penyebab Tidak Terlibatnya Masyarakat Lingkar Tambak Udang di Desa Menceh Kecamatan Sakra Timur.
Berdasarkan informasi dan data yang ditemukan di lapangan bahwa ketidakterlibatan masyarakat dalam perusahaan tambak udang disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Masyarakat Tidak Cocok Dengan Upah/Gaji Yang Diperoleh.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan masyarakat (informen) menunjukan bahwa 95% informen mengungkapkan alasannya tidak ingin terlibat atau bekerja di perusahaan tambak udang karena gaji/upah yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan yang terlalu kecil yakni sebesar Rp, 500.000/bulan, yang menurut informen jumlah ini tidak sesuai dengan beban kerja dalam pekerjaan budi daya udang. Murdi, salah satu informen yang merupakan warga Desa Menceh Kecamatan Sakra Timur mengatakan sebagai berikut:
“Ite ne bahkan batur-batur sik lain ndek ne mele begawean lek tambak udang sengak gaji ne sekedik. Gaji lek tambak arak Rp, 500.000 sekali sebulan. Sementare, ndek ne cukup jok keluarge. Seande ne gaji Rp, 1.000.000 atau Rp, 1.500.000 jak mele te. Sengak pegawean tambak no ye berat, apelagi ndek te tebeng olek-lalo jok bale selame ne begawean” (wawancara hari Kamis, 6 Juni 2013).
Dari kutipan wawancara diatas, mempertegas ketidakinginan masyarakat untuk terlibat bekerja di perusahaan tambak udang karena gaji yang sedikit. Gajinya hanya sebesar Rp, 500.000/bulan. Jumlah gaji yang sedemikian menurut masyarakat tidak cukup untuk kebutuhan keluarga. Sementara dalam UU No. 13 Tahun 2003 pasal 88 ayat 1 (dalam Sudiono, 2006:51) menegaskan bahwa setiap buruh atau pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Masyarakat (informen) menilai pekerjaan budi daya udang merupakan pekerjaan berat dengan aturan yang sangat mengikat, dan lingkungan kerja yang ekstrim. Untuk itu, masyarakat mengharapkan gaji pokok yang diperoleh seharusnya lebih besar yakni minimal sebesar Rp, 1.000.000 atau Rp, 1.500.000/bulan.
Sejumlah gaji yang disebutkan diatas menjadi harapan sebagian besar informen untuk mendorong motivasi masyarakat untuk terlibat bekerja dalam perusahaan tambak udang. Karena pemberian upah yang sesuai dengan harapan kepada karyawan/buruh akan menghasilkan hubungan pekerja dengan perusahaan yang lebih baik yang diikuti oleh hasil produksi yang maksimal.
Sehubungan dengan itu, Sudiono (2006:43) menegaskan bahwa sistem remunerasi atau pemberian upah/imbalan suatu perusahaan sangat berpengaruh terhadap hubungan industrial. Upah menjadi salah satu faktor penting dalam hubungan industrial karena upah menjadi jaminan untuk dapat terus bekerja.
Selain itu, beberapa informen juga mengungkapkan keinginannya untuk bekerja di perusahaan sebagai penjaga daripada bekerja sebagai karyawan budi daya udang (anak petakan). Seperti halnya Sudarman, yang mengatakan “saya lebih tertarik bekerja sebagai penjaga daripada sebagai karyawan anak petakan”. Hal ini dikarenakan bahwa gaji penjaga yang hanya bekerja pada malam hari saja mendapatkan upah sebesar Rp, 1.000.000/bulan, dibandingkan dengan bekerja budi daya udang sebagai karyawan anak petakan yang gajinya hanya sebesar Rp, 500.000/bulan dengan beban kerja yang berat.
Meski demikian, pihak perusahaan mengklaim telah memberikan upah/gaji yang sesuai dengan standar upah minimun regional (UMR) Nusa Tenggara Barat. H. Sukardi, selaku pimpinan perusahaan tambak udang mengatakan sebagai berikut:
Kami telah memberikan upah/gaji kepada karyawan kami dengan mengacu pada standar upah minimum regional (UMR) yakni sebesar Rp, 700.000/bulan, ditambah dengan makan 3 x sehari, bahkan lebih yang secara akumulasi ini lebih dari UMR. Kami juga dalam memberikan upah tidak mau sembarangan. Jumlahnya sudah kami perhitungkan dan pertimbangkan bersama. Jadi, masyarakat yang tidak mau bekerja dengan alasan gaji yang sedikit merupkan alasan yang kurang tepat. Masyarakat hanya mencari-cari alasan dengan mengatakan gaji yang sedikit. Padahal masyarakat sendiri malas untuk bekerja di perusahaan tambak udang (wawancara hari Rabu, 19 Juni 2013 di Mataram).
Pada dasarnya, sesuai dengan apa yang ditemukan oleh peneliti terkait dengan permasalahan jumlah gaji yang diperoleh karyawan, seperti yang diungkapkan oleh masyarakat dan pihak perusahaan diatas. Saat ini sistem pengupahan atau pembayaran gaji karyawan telah mengalami perubahan yang berbeda dengan sistem pengupahan pada awal-awal perusahaan beroperasi. Sistem pengupahan yang dilakukan perusahaan saat ini yakni dengan cara pengupahan bertahap sedangkan dahulu tidak demikian.
Sebetulnya jumlah gaji awal karyawan anak petakan memang sebesar Rp, 500.000/bulan. Akan tetapi jumlah ini sifatnya tidak tetap untuk selamanya. Melainkan jumlah gaji yang diterima karyawan tersebut merupakan gaji percobaan (gaji awal) yang nantinya sewaktu-waktu dimungkinkan dapat mengalami peningkatan-peningkatan atau kenaikan secara bertahap. Tahapan ini mulai dari jumlah yang paling minimal sebesar Rp, 500.000/bulan, hingga jumlah maksimal sebesar Rp, 700.000/bulan.
Hal ini sesuai dengan pengakuan karyawan yang mengakui adanya tahapan-tahapan peningkatan jumlah gaji yang diterima. Menurut Mahsum, salah seorang karyawan mengungkapkan bahwa memang gaji yang mereka peroleh mengalami peningkatan/kenaikan. Gaji bulan pertama yang diperoleh sebesar Rp, 500.000/bulan, kemudian naik menjadi Rp, 550.000/bulan, dan saat ini setelah bekerja hampir 7 bulan, gajinya mencapai Rp, 700.000/bulan.
Jangka waktu peningkatan gaji tersebut memang tidak ditentukan dengan pasti. Artinya bahwa kenaikan gaji tersebut bisa saja diberikan kepada karyawan dalam jangka waktu yang relatif cepat dan bisa juga tidak. Hal ini tergantung dari penilaian-penilaian yang dilakukan oleh perusahaan, seperti ketekunan, kerajinan, sikap, dan perilaku karyawan dalam bekerja sehari-hari.
Kendati demikian, masyarakat tetap kurang dapat menerima hal tersebut. Kalaupun gaji karyawan mengalami kenaikan, tetapi kenaikan tersebut tetap dinilai masih kurang dan belum cocok dengan harapan masyarakat. Karena jumlah kenaikan gaji maksimal saat ini sebesar Rp, 700.000/bulan, disamping hal tersebut tidak ada kepastian waktu dan syarat yang jelas bagi karyawan.
Disamping itu, masyarakat juga melihat adanya Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 658 Tahun 2011 yang ditetapkan pada tanggal 14 Desember 2011 tentang penetapan jumlah Upah Minimum Regional (UMR) yang dikutip dari http://www.gajimu.com/main/gaji/Gaji-Minimum/ump-2012). pada hari kamis, 13 Juni 2013 pukul 11.00 wita, menyebutkan bahwa jumlah Upah Minimum Regional (UMR) NTB untuk Tahun 2011 sebesar Rp, 950.000, dan Tahun 2012 sebesar Rp, 1.000.000. Sedangkan untuk Tahun 2013 upah minimum yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada karyawan sebesar Rp, 1.100.000/bulan.
Dari informasi dan data yang diungkapkan diatas menunjukkan bahwa pengakuan pimpinan perusahaan dengan SK Gubernur NTB Tahun 2011 mengenai sistem pengupahan yang sesuai standar menunjukkan terjadi ketidakrelevansian, antara standar upah yang diberikan oleh perusahaan tambak udang dengan Surat Keputusan Gubernur NTB.
Fakta ketidaksesuaian dan ketimpangan dalam hal pemberian upah/gaji kepada karyawan inilah yang menjadi alasan kuat sebagian besar masyarakat (informen) tetap menolak untuk bekerja di perusahaan. Masyarakat baru akan bekerja bilamana gaji yang diberikan sesuai dengan harapan yang telah diungkapkan sebelumnya atau paling tepat yakni gaji yang sesuai dengan UMR NTB yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat. Selain itu, berdasarkan fakta yang ada informen (masyarakat) juga menilai tindakan yang dilakukan oleh pihak perusahaan merupakan suatu upaya mengeksploitasi dan diskriminasi terhadap karyawan.
Fenomena diskriminasi dalam dunia kerja memang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Terlebih Parrillo (1987:29) dalam (Soetomo, 1995:97) juga menegaskan bahwa pada kenyataan yang paling mendasar dalam kehidupan sosial adalah masyarakat terbentuk dalam suatu bangunan struktur. Oleh sebab itu, melalui bangunan struktural tertentu dimungkinkan beberapa individu mempunyai kekuasaan, kesempatan, dan peluang yang lebih baik dari individu lain.
Kondisi struktural tersebut seringkali didukung oleh berbagai institusi sosial yang mengandung nilai-nilai sosial yang diskriminatif, misalnya antar jenis kelamin, antar etnis, antar asal daerah, dan sebagainya (Julian, 1986:15) dalam (Soetomo, 1995:97). Nilai-nilai semacam itu, dalam konteks masalah ini sangat dimungkinkan dapat mempengaruhi tingkat pemberian upah/gaji oleh pihak perusahaan yang tentunya memiliki wewenang penuh dalam pemberian upah. Sehingga hal ini dapat mengarah pada distribusi pendapatan dalam masyarakat yang kurang dapat memenuhi kebutuhan hidup.
2. Sistem Kerja Yang Berat.
Ketidakterlibatan masyarakat sekitar perusahaan untuk bekerja muncul akibat dari sistem kerja yang cukup berat. Sistem kerja pada perusahaan tambak udang merupakan sistem pekerjaan yang terus-menerus (berkesinambungan) selama budi daya berlangsung dalam waktu kerja selama 4 bulan dan tanpa hari libur meskipun libur resmi.
Sistem kerja seperti ini sebenarnya dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 85 ayat 1 (dalam Sudiono, 2006:50) tentang ketenagakerjaan, jelas melarang buruh bekerja pada hari libur resmi. Akan tetapi dalam pasal 2 dibolehkan jika ada kesepakatan antara perusahaan dan karyawan dengan syarat perusahaan harus membayar upah lembur kerja untuk pekerjaan yang dilakukan pada hari libur resmi.
Sementara menurut pengakuan informen (masyarakat), bahwa pembayaran uang lembur yang dimaksudkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 85 ayat 2 diatas, dalam hal membayar waktu kerja pada hari libur kepada karyawan dalam perusahaan tambak udang tidak pernah ada sama sekali.
3. Aturan Yang Sangat Mengekang “Kebebasan” Karyawan
Selain gaji yang sedikit dan sistem kerja yang cukup berat, perusahaan juga menerapkan peraturan yang cukup ekstrim yang sangat mengikat dan mengekang “kebebasan” karyawan. Hal ini terlihat dari peraturan yang tidak dibolehkannya karyawan pulang dan keluar masuk dari lokasi perusahaan meskipun telah selesai bekerja.
Karyawan harus tetap tinggal dalam perusahaan selama budi daya udang berlangsung yakni selama 4 bulan, dan hanya boleh keluar setiap waktu sholat Jum’at dan setelah panen atau sekali dalam 4 bulan, yakni cuti yang diberikan perusahaan selama 2 minggu setelah panen, serta keluar dengan izin.
Karyawan yang meminta izin keluar harus dengan alasan yang betul-betul penting seperti izin karena keluarga sakit dan keluarga meninggal, dan itupun harus dengan seizin manajer perusahaan. Informen (masyarakat) menilai peraturan ini mengekang kebebasan karyawan. Sistem kerja seperti ini menurut Form dan Miller (dalam Parker, 1992:94) merupakan suatu hubungan perusahaan dengan masyarakat (karyawan) dengan jenis interaksi Business-Dictated, yakni pihak perusahaan menentukan jam kerja karyawannya tanpa mempertimbangkan efeknya terhadap kehidupan rumah tangga karyawan.
Para karyawan harus menyesuaikan kehidupan keluarga mereka dengan kegiatan industri. Hal ini dapat terjadi di dalam suatu perusahaan dimana buruh tidak terorganisir dalam sebuah struktur yang jelas. Seperti halnya tenaga kerja sekitar perusahaan yakni masyarakat Desa Menceh Kecamatan Sakra Timur.
Terkait dengan aturan yang sangat mengekang, beberapa karyawan dan mantan karyawan mengungkapkan ketidakinginannya untuk bekerja di perusahaan tambak udang. Suharman, salah satu mantan karyawan mengatakan sebagai berikut:
Bekerja di tambak udang dengan aturan tidak boleh pulang-pergi selama budi daya terasa seperti dipenjara, karena saya dan teman-teman karyawan lainnya harus tetap tinggal di dalam tambak. Saya lebih baik bekerja di luar negeri sebagai TKI. Karena sama-sama tidak bisa bertemu dengan keluarga setiap hari. Gaji di luar negeri juga lebih besar dibandingkan dengan gaji di tambak udang (wawancara hari Sabtu, 15 Juni 2013).
Tidak hanya karyawan dan mantan karyawan, bahkan sebagian besar masyarakat juga mengatakan hal yang serupa. Bahwa bekerja dengan aturan seperti yang ada dalam perusahaan tambak udang sama halnya dengan bekerja di luar negeri yang tidak bisa bertemu keluarga dengan bebas selama berbulan-bulan. Sehingga peraturan seperti ini menurut masyarakat lebih cocok diterapkan kepada karyawan yang berasal dari luar daerah Lombok Timur yang pastinya jauh dari lokasi perusahaan tambak udang. Untuk itu, saat ini sebagian besar karyawan yang bekerja di tambak udang berasal dari luar pulau Lombok, seperti Jawa, Flores, dan Sumba.
Dengan peraturan perusahaan yang sedemikian rupa, saat ini sebagian besar masyarakat desa Menceh lebih memilih pergi bakerja ke luar negeri sebagai TKI (Tenaga Kerja Internasional). Pilihan ini dilakukan masyarakat dengan mempertimbangkan bahwa bekerja di luar negeri maupun di perusahaan tambak udang yang berada di dekat rumah sendiri, sama-sama tidak bebas bertemu dengan keluarga setiap hari. Gaji sebagai TKI juga lebih besar dibandingkan dengan gaji karyawan perusahaan tambak udang.
Adapun karyawan yang memilih bekerja di perusahaan tambak udang dengan kondisi aturan kerja seperti yang telah diungkapkan diawal, tidak jarang pada akhirnya dapat menyebabkan karyawan beramai-ramai melakukan tindakan yang kurang baik, seperti keluar pulang pergi dengan cara loncat pagar tanpa sepengetahuan penjaga maupun manajer perusahaan. Hal ini dilakukan karyawan untuk bisa bertemu dengan keluarganya masing-masing.
Tindakan atau perilaku karyawan ataupun mantan karyawan tersebut sepenuhnya tidak dapat disalahkan. Karena menurut Soetomo (1995:82) jika masalah ini dilihat melalui pendekatan System Blame Approach. Maka individu yang perilakunya dianggap merupakan masalah sosial seperti perilaku karyawan yang loncat pagar secara diam-diam sebenarnya hanyalah korban dari adanya sistem yang kurang baik. Karena pendekatan ini melihat adanya suatu sumber masalah yang muncul dari kesalahan sistem dalam perusahaan itu sendiri. Seperti sistem aturan yang sangat mengekang kebebasan karyawan tersebut.
Selain itu, sebagaimana yang telah diungkapkan diawal bahwa perusahaan menerapkan sistem pengawasan yang super ketat. Namun, hal ini justru menurut informen dan mantan karyawan kurang setuju dan kurang nyaman atas perlakuan pihak perusahaan yang (over protection) atau berlebihan dalam menjaga dan mengawasi karyawan. Sehingga muncul rasa tidak nyaman, membosankan dan “ketidakbebasan” yang dirasakan oleh karyawan.
Ketidaknyamanan bekerja dalam perusahaan terkadang juga disebabkan oleh pengawasan teknisi budi daya yang “arogan” dalam memantau karyawan dalam melakukan pekerjaan, seperti ketika karyawan memberikan pakan (makanan udang), membersihkan kolam dan lain-lain. Dikatakan arogan karena seringkali teknisi ini terlalu berlebihan dalam mengawasi sehingga karyawan merasa tidak diberikan kepercayaan penuh dan tidak jarang karyawan dimarahi jika melakukan kesalahan yang sebetulnya bukan masalah yang berarti.
Terkait dengan hal diatas, informen (masyarakat) mengharapkan suatu sistem kerja, aturan, dan pengawasan yang lebih adil dan memberikan “kebebasan” bagi karyawan dengan mempertimbangkan kehidupan sosial keluarga dan masyarakat karyawan. Dengan demikian dapat memberikan suatu kenyamanan dan kepuasan kerja bagi karyawan. Karena dengan terpenuhinya kepuasan kerja dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan yang produktif (Handoko, 1989:193).
Secara sederhana, masyarakat mengharapkan bekerja sebagaimana layaknya orang-orang yang bekerja dalam bidang pekerjaan lain. Seperti pergi bekerja pagi hari dan pulang kerja pada sore/malam hari. Hal tersebut dapat diberikan perusahaan kepada karyawan setelah selesai bekerja dengan memberikan kepercayaan penuh agar karyawan dapat bertemu dengan keluarga setiap hari dan bekerja dengan nyaman.
Harapan-harapan masyarakat (informen) yang diungkapkan di atas sekiranya dapat diwujudkan dalam rangka menciptakan rasa nyaman bagi karyawan. Komuniksi yang baik secara intensif antara pihak perusahaan dengan karyawan juga sangat dibutuhkan untuk membangun hubungan kerja yang baik, mencapai integrasi, dan equilibrium (keseimbangan) masyarakat. Secara sosiologis kedua pihak harus terjalin interaksi sosial yang baik karena interaksi sosial menjadi faktor utama dalam kehidupan sosial (Soekanto, 1990:61).
Sementara menurut pimpinan perusahaan terkait dengan aturan kerja yang kurang disetujui oleh pihak masyarakat. Bahwa penerapan aturan kerja sebagaimana yang diungkapkan diatas merupakan penetapan atau aturan yang ditetapkan berdasarkan standar perusahaan yang telah disepakati bersama oleh investor. Peraturan-peraturan tersebut dimaksudkan pihak perusahaan untuk menghindari resiko kegagalan budi daya yang diakibatkan oleh berbagai penyakit/virus, karena udang sendiri sangat rentan dengan penyakit/virus.
Pihak perusahaan mengkhawatirkan terserangnya udang oleh virus/penyakit yang dibawa oleh karyawan yang keluar masuk atau pulang dan pergi setiap hari. Oleh karena itu, pihak perusahaan menerapkan aturan kerja yang sedemikian rupa dan menerapkan bio scurity bagi karyawan anak petakan yang izin keluar.
Menurut Suyanto (1994:184), selama pemeliharaan udang, memang sering ditemukan udang-udang yang sakit. Bahkan sering menimbulkan kematian yang tidak sedikit. Penyakit udang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab penyakit seperti protozoa, bakteri, hama, cendawan dan/atau virus, serta tumbuhan lumut yang berlebihan. Bebagai penyakit ini dapat berasal dari air tambak yang kurang baik. Apabila kondisi air tempat hidup udang selalu baik, dan udang memperoleh pakan yang bergizi baik, maka udang tidak akan sakit.
Hal yang terpenting menurut semua pakar adalah menjaga kualitas air tambak dengan baik. Dengan demikian, maka jelas tidak perlu dikwatirkan secara berlebihan dengan menganggap karyawan yang keluar masuk tambak dapat membawa virus dan menyebabkan udang menjadi sakit dan mati. Meskipun kemungkinannya memang ada, akan tetapi jika dikembalikan pada pendapat pakar diatas, maka tidaklah perlu untuk dikhawatirakan.
Dalam beberapa referensi lainnya, belum ada yang menyebutkan dengan pasti bahwa udang dapat terserang oleh virus yang berasal dari karyawan yang sering keluar-masuk lokasi pertambakan. Oleh karena itu, aturan-aturan yang diterapkan pihak perusahaan dengan alasan tersebut merupakan hal yang sepertinya kurang tepat.
Disamping itu, selama pengamatan yang dilakukan peneliti sejak awal sampai saat ini, baik pengamatan selama observasi penelitian bahkan pengamatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari peneliti menunjukkan bahwa, penerapan bio scurity yang dimaksudkan oleh pihak perusahaan belum berjalan dengan maksimal dan efektif. Bahkan pengamanan yang dimaksudkan hampir dikatakan tidak pernah ada.
Hal ini juga sesuai dengan pengakuan karyawan dan mantan karyawan perusahaan tambak udang. Seperti Alfon, Ferdi, Sugeng dan yang lainnya saat diwawancarai di salah satu warung Dusun Selayar Desa Menceh (warung sekitar perusahaan) pada waktu malam hari ketika para karyawan keluar dari lokasi tambak, mereka mengatakan bahwa, “setiap malamnya bisa keluar untuk berbelanja dan untuk keperluan lainnya”.
Berdasarkan penelusuran lebih lanjut yang peneliti lakukan pada waktu malam hari, tepatnya sekitar waktu sholat Isa sampai pukul 22.00 wita, bahkan diatas waktu itu, para karyawan tambak terlihat masih berada di luar. Hingga saat ini karyawan dapat keluar masuk hampir setiap malamnya untuk berbelanja diwarung-warung desa dan untuk keperluan lainnya tanpa diberlakukan bio scurity tersebut.
4. Kurangnya Semangat (Motivasi) Kerja
Permasalahan motivasi atau semangat kerja karyawan dalam perusahaan tambak udang juga menjadi salah satu catatan peneliti. Hal ini karena pemberian motivasi kerja melalui beberapa komponen upah masih kurang diberikan oleh perusahaan. Menurut beberapa informen (masyarakat), seperti Mawardi, salah seorang informen mengatakan bahwa, “bekerja di perusahaan tambak udang tidak ada gairah bekerja”.
Kurangnya semangat kerja ini disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya tunjangan-tunjangan, gaji pokok yang tidak sesuai, bonus yang tidak pasti, menjadikan masyarakat tidak ada motivasi untuk ikut terlibat bekerja dalam perusahaan, terlebih-lebih bagi masyarakat pemula. Sementara menurut pengakuan mantan karyawan bahwa dengan kondisi yang demikian dapat menimbulkan rasa jenuh, bosan, malas untuk bekerja yang pada akhirnya mempengaruhi hasil budi daya yang kurang baik.
Sehubungan dengan itu, menurut pengakuan pihak perusahaan bahwa, manajemen perusahaan telah menerapkan sistem bonus, yakni bonus setiap panen atau sekali dalam 4 (empat) bulan dengan jumlah tergantung dari tingkat keberhasilan budi daya, dan bonus kebersihan petakan tambak sebesar Rp, 200.000/dua petak setiap bulan.
Sementara menurut Sudiono (2006:19), komponen upah dalam suatu perusahaan besar tidaklah cukup hanya bonus yang disebutkan diatas, melainkan terdapat beberapa komponen komponen upah lainnya seperti Tunjangan keluarga, Tunjangan masa kerja, tunjangan makan, Tunjangan transportasi, Tunjangan kesehatan, Tunjangan pendidikan, Bonus prestasi, Insentif untuk pekerjaan per satuan hasil, Tunjangan kerja shift, Tunjangan tugas khusus, Tunjangan kopi, Lembur hari kerja, Lembur hari minggu, Lembur libur.
Berdasarkan data komponen-komponen upah diatas, jika dikaitkan dengan perusahaan tambak udang maka nampak jelas terlihat masih kurangnya pemberian motivasi kerja melalui komponen-komponen upah. Sementara hal yang tidak kalah pentingnya dalam sebuah perusahaan adalah menanamkan semangat dan motivasi kerja bagi karyawan.
Menanamkan motivasi dan semangat kerja menurut Handoko (1989:155) dapat dilakukan dengan cara pemberian kompensasi. Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Seperti dana-dana tambahan di luar gaji pokok sebagaimana yang disebutkan dalam tabel diatas.
Machfoedz (2007:141) juga mengatakan memberikan sebuah motivasi melalui sistem kompensasi kepada bawahan dapat mendorong karyawan mengerjakan yang terbaik. Motivasi adalah dorongan dan arahan perilaku melalui insentif, perhatian, pujian, peningkatan upah/gaji, dan hadiah yang diberikan dengan tepat oleh manajer kepada karyawan untuk bekerja lebih giat dan lebih baik. Motivasi juga dapat menjadikan pekerjaan dan lingkungan kerja menjadi lebih menyenangkan sehingga dapat memperoleh hasil yang diharapkan dari perusahaan.
5. Lingkungan Kerja Yang Ekstrim
Menurut informen (masyarakat) ketidakterlibatan masyarakat juga disebabkan oleh lingkungan kerja yang ekstrim. Seperti yang telah diungkapkan diawal bahwa perusahaan tambak udang merupakan perusahaan yang terletak tepat dipinggir pantai Desa Menceh dengan cuaca panas dan ditambah dengan uapan air tambak yang mengandung unsur garam yang cukup tinggi dan unsur lainnya dari hasil putaran kincir tambak. Uapan air tambak bercampur dengan panas ini menempel di tubuh yang menurut pengakuan beberapa mantan karyawan seperti yang pernah dialami dapat menyebabkan penyakit pada kulit.
Selain itu, dalam budi daya udang perusahaan menggunakan bahan kaporit yang menurut pengakuan karyawan dan mantan karyawan sewaktu-waktu dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan atau sesak nafas. Hal yang senada juga diungkapkan oleh H. Suroto, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur saat melakukan diskusi di Kantor Kelautan dan Perikanan pada tanggal 07 Januari 2013 yang mengatakan bahwa, “selain disebabkan oleh bakteri parasit, ISPA atau gangguan saluran pernapasan juga dapat disebabkan oleh pencemaran udara dari penggunaan bahan kaporit”.
Sementara disisi lain, perusahaan tidak menerapkan sistem jaminan kesehatan dan keselamatan seperti ASKES (Asuransi Kesehatan), sehingga informen semakin mantap tidak ingin terlibat bekerja. Karena disamping upah/gaji yang diperoleh tidak sebanding dengan besarnya tantangan dan resiko yang dihadapi karyawan dalam bekerja.
6. Krisis Kepercayaan Perusahaan Kepada Masyarakat Desa Menceh.
Berdasarkan pengakuan pimpinan perusahaan terkait mengenai hal yang menyebabkan pihak perusahaan tidak melibatkan masyarakat sekitar dalam perusahaan tambak udang yang ada di Desa Menceh, yakni karena pihak perusahaan sendiri sudah tidak mempercayai masyarakat sekitar lagi untuk bekerja.
Kendati demikian, pihak perusahaan sampi saat ini tetap terbuka untuk menerima masyarakat Desa Menceh untuk bekerja di tambak udang. Namun akan ditempatkan di perusahaan tambak yang lain atau tambak udang yang berlokasi diluar daerah tempat tinggal masyarakat calon karyawan tersebut.
Krisis kepercayaan perusahaan terhadap masyarakat Desa Menceh untuk bekerja disebabkan oleh kejadian-kejadian atau pengalaman-pengalaman terdahulu yang menurut pihak perusahaan sangat tidak menyenangkan. Pengalaman yang dimaksud adalah karyawan yang berasal dari sekitar perusahaan pulang pergi diam-diam dengan cara loncat pagar, malas, dan bahkan beberapa karyawan juga pulang dengan membawa udang.
Selain itu, hal yang paling dikhawatirkan oleh pihak perusahaan yakni terjadinya kemalingan akibat dari persekongkolan yang dilakukan karyawan dengan maling itu sendiri. Ungkapan kekhawatiran pihak perusahaan ini dibenarkan oleh beberapa masyarakat (informen) yang mengetahui kejadian tersebut. Menurut informen, karyawan yang melakukan tindakan tersebut hanyalah oknum atau hanya dilakukan oleh segelintir orang yang tidak bertanggung jawab.
Dengan demikian, tidak seharusnya perusahaan berlebihan dalam mencurigai dan tidak mempercayai masyarakat sekitar perusahaan untuk ikut bekerja di dalamnya. Informen (masyarakat) mengharapkan suatu kepercayaan yang diberikan oleh perusahaan lagi kepada masyarakat sekitar dalam rangka rekonstruksi hubungan yang baik untuk menciptakan sebuah struktur yang equilibrium.
Sehubungan dengan itu, Granovetter (1985) (dalam Damsar, 2002: 27), juga mengatakan seperti diawal bahwa dengan adanya keterlekatan dan kepercayaan akan dapat menghasilkan “jaringan hubungan sosial atau suatu rangkaian hubungan yang teratur maupun hubungan sosial yang sama diantara individu-individu maupun kelompok-kelompok tertentu”.
Dari beberapa uraian penyebab ketidakterlibatan masyarakat dalam perusahaan tambak udang diatas, hingga saat ini belum ada solusi-solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah ini. Meskipun pada beberapa waktu yang lalu yakni pada tanggal 01 Desember 2012 sampai tanggal 07 Januari 2013, pihak masyarakat dan perusahaan telah di mediasi oleh Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Timur, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kesehatan, serta beberapa instansi-instansi yang ada di Kabupaten Lombok Timur lainnya untuk ikut serta dalam mendiskusikan masalah ini. Akan tetapi hal tersebut hingga saat ini belum membuahkan hasil yang berarti.
Sementara dari pihak pemerintah setempat sendiri (Pemerintah Desa) sampai saat ini tidak pernah melakukan suatu upaya-upaya maksimal dalam memberikan solusi terkait dengan masalah ketidakterlibatan masyarakat setempat dalam perusahaan. Menurut Kepala Desa dan jajarannya, pemerintahan desa tidak bisa melakukan upaya komunikasi dan lainnya dengan pihak perusahaan, karena pihak perusahaan sendiri sangat tertutup dengan pihak pemerintahan desa. Sehingga pemerintahan desa tidak bisa melakukan apapun terkait dengan masalah tersebut.
Ketidakterlibatan masyarakat sekitar perusahaan, menurut Soetomo (1995:82), masalah ini perlu dilihat melalui pendekatan System Blame Approach seperti yang telah disinggung diawal. Pendekatan ini melihat adanya suatu sumber masalah yang muncul dari kesalahan sistem. Untuk dapat melihat masalah yang sebenarnya perlu dilihat pada sistem, struktur, dan institusi sosialnya. Individu yang perilakunya dianggap merupakan masalah sosial sebenarnya hanyalah korban dari adanya sistem yang kurang baik.
Lebih lanjut, pendekatan ini juga beranggapan bahwa penanganan masalah sosial yang didasarkan pada diagnosis yang hanya memperhatikan simtom atau kenampakan dari luarnya saja tidak dapat memecahkan masalah. Kalaupun masalah itu dapat terselesaikan, namun hanya bersifat sementara. Hal tersebut karena sumber masalahnya belum berubah dan belum ditangani dengan serius.
Dalam konteks masyarakat yang tidak terlibat dalam perusahaan yang dikarenakan oleh beberapa penyebab, seperti sistem pemberian upah/gaji, sistem kerja dan aturan kerja, sistem pemberian kompensasi, dan lainnya yang tidak sesuai. Jika dilihat dengan menggunakan pendekatan System Blame Approach, maka ketidakterlibatan masyarakat dalam perusahaan tambak udang merupakan kesalahan dari sistem perusahaan itu sendiri yang kiranya perlu dievaluasi dan diperbaiki dengan serius.
Kondisi ini secara struktural dapat menyebabkan ketidakteraturan dan ketidakseimbangan dalam struktur sosial masyarakat. Karena tidak fungsionalnya anggota masyarakat terhadap yang lainnya. Keseimbangan (equilibrium) akan tercapai manakala masyarakat fungsional dalam struktur sosial masyarakat atau terlibat bekerja dengan baik dalam perusahaan tambak udang. Hal ini juga secara sosiologis akan mengarah pada ketimpangan-ketimpangan sosial atau disintegrasi sosial atau suatu keadaan di mana tidak ada keserasian antar kedua belah pihak, yakni antara masyarakat dengan pihak perusahaan tambak udang.
BAB VI
PENUTUP
Keberadaan perusahaan tambak udang di Desa Menceh Kecamatan Sakra Timur awalnya memberikan harapan besar bagi masyarakat sekitar untuk dapat bekerja. Sehingga masyarakat akan dapat memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Untuk itu, sejak awal perusahaan beroperasi, masyarakat lingkar tambak dilibatkan untuk bekerja. Akan tetapi keterlibatan masyarakat tidak berlangsung lama dan justru saat ini masyarakat sekitar tidak terlibat lagi dalam perusahaan.
Bedasarkan hasil penelitian di lapangan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa penyebab ketidakterlibatan masyarakat dalam perusahaan tambak udang yakni, karena sebagian besar masyarakat merasa tidak cocok dengan upah/gaji yang diberikan oleh perusahaan yang terlalu sedikit. Disamping gaji/upah yang tidak sesuai, masyarakat menilai pekerjaan sebagai karyawan anak petakan merupakan suatu pekerjaan yang sangat berat. Hal ini karena sistem kerja budi daya yang berkesinambungan yang berlangsung selama 4 (empat) bulan tanpa hari libur meskipun libur resmi, ditambah dengan lingkungan kerja yang ekstrim. Selain itu, aturan yang diterapkan oleh perusahaan juga sangat mengekang “kebebasan” karyawan.
Tidak hanya itu, ketidakterlibatan masyarakat juga karena masyarakat menilai perusahaan masih kurang dalam memberikan semangat (motivasi) kerja dan kompensasi-kompensasi kepada karyawan seperti, kurangnya dana-dana tunjangan dan lainnya.
Sementara pihak perusahaan sendiri juga sudah tidak mempercayai masyarakat setempat lagi untuk bekerja di perusahaan karena dahulu terjadi tindakan-tindakan masyarakat atau mantan karyawan yang melanggar atauran perusahaan, bahkan tindakan yang kriminal yang dilakukan oleh oknum karyawan yang tidak beranggungjawab.
Fakta ini, jika ditinjau melalui pendekatan sosiologisnya maka hal ini merupakan suatu bentuk fenomena ketimpangan sosial yang berupa disintegrasi sosial atau suatu keadaan di mana tidak ada keserasian antar kedua belah pihak, yakni antara masyarakat dengan pihak perusahaan tambak udang. Realitas ini juga dalam pendekatan struktural fungsional dapat menyebabkan terjadinya suatu ketidakseimbangan struktur sosial masyarakat dari tidak berfungsinya anggota masyarakat dalam sebuah organisasi yang ada dalam masyarakat tersebut. Keseimbangan (equilibrium) akan tercapai manakala masyarakat fungsional dalam struktur sosial masyarakat atau masyarakat terlibat bekerja dengan baik dalam perusahaan tambak udang.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka terdapat beberapa saran yang kiranya perlu dipertimbangkan oleh pihak-pihak terkait mengenai masalah ketidakterlibatan masyarakat dalam perusahaan. Baik saran untuk masyarakat, pihak perusahaan, maupun pemerintah setempat sendiri. Adapun saran yang penulis maksudkan yakni:
Pertama, bagi masyarakat Desa Menceh, peneliti sarankan agar mempertimbangkan ketidakinginannya untuk terlibat dalam perusahaan. Meskipun ketidakterlibatan masyarakat karena merasa tidak cocok dengan sistem pengupahan, sistem kerja, aturan kerja, dan lingkungan kerja yang diterdapat dalam perusahaan. Disamping itu, masyarakat juga harus ingat bahwa yang terpenting adalah, lebih baik ada penghasilan dari pada tidak memiliki pekerjaan sama sekali.
Kedua, saran untuk pihak perusahaan yakni hendaknya pihak perusahaan mengevaluasi managemen perusahaan terkait dengan sistem pengupahan, sistem kerja, dan aturan yang diterapkan dengan mempertimbangkan kehidupan sosial masyarakat calon karyawan. Selain itu, saran yang tidak kalah pentingnya menurut peneliti yakni perusahaan harus mulai belajar memberikan suatu kepercayaan bagi masyarakat sekitar lagi untuk bekerja dalam perusahaan, khususnya masyarakat/calon karyawan pemula yang ada di Desa Menceh Kecamatan Sakra Timur.
Saran yang ketiga, yakni bagi pemerintah daerah dari tingkat pemerintahan desa sampai tingkat provinsi agar melakukan controling atau pengawasan terhadap managemen perusahaan tambak udang dalam operasional perusahaan tersebut dengan maksimal. Khususnya pemerintahan Desa Menceh dan Kecamatan, hendaknya berusaha melakukan komunikasi secara intensif dengan pihak perusahaan dalam rangka membantu masyarakat setempat untuk mengatasi masalah yang sedang terjadi. Sehingga masalah ketidakterlibatan masyarakat yang terkait dengan gaji, sistem kerja, dan aturan kerja yang tidak sesuai menurut masyarakat dapat ditemukan solusi maupun jalan keluar yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Disusun oleh : Muhamad Ali Muis
Comments
Post a Comment
Cara bicara menunjukkan kepribadian, berkomentarlah dengan baik dan sopan…